Hidup sekali, hidup yang ber-arti

Pict : d.pinterest.com

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengabarkan pada kita tentang rentang usia ummatnya :


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “أَعْمَارُ أُمَّتـِيْ مَا بَيــْنَ سِتِّيْنَ وَسَبْعِيْنَ. وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوْزُ ذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Usia umatku (umat Islam) antara 60 hingga 70 tahun. Dan sedikit dari mereka yang melewatinya”. [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah. ShahîhulJâmi’ 1073]

Umur umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah terbatas antara 60 – 70 tahun dan jika dibandingkan dengan umur umat Nabi-nabi sebelumnya yang bisa berusia hingga ratusan tahun tentu usia umat Nabi Muhammad adalah yang terpendek.

Umur yang terbatas ini jika digunakan dengan baik, tentu akan menjadi kebahagiaan bagi pelakunya dan berlaku sebaliknya bagi siapa yang lalai dalam mengisi waktunya, kerugianlah yang akan dituainya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan terkait hal ini :

 النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمُلُهُ

Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan amalannya baik. [HR. At-Tirmidzi]

Hadits ini menggambarkan betapa penting dan utamanya orang yang berusia panjang, kemudian dia isi waktu/umurnya dengan yang baik, yaitu melakukan amalan dengan memenuhi syarat serta rukun-rukunnya sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan keimanan dan berharap pahala dari Allah jalla jalaluh. [Bahjatun Nâzhirîn, Salîm al-Hilâli 1/188.]

Menyiapkan Bekal

“Seberapapun seseorang hidup di dunia pastilah diakhir ia akan mati jua”. Begitulah kiranya pesan syeikh DR. Riyadh pada saat berceramah tentang pentingnya menyiapkan bekal menuju kematian. Sebetulnya tidak penting kapan akan datangnya kematian pada kita, karena yang terpenting adalah apa yang sudah kita tinggalkan ketika hidup didunia dan apa yang sudah kita persiapkan untuk kita bawa pada saat setelah mati.

Sekaya apapun ia, sehebat dan seterkenalnya ia dengan jutaan follower-nya tetaplah hal itu akan berakhir, kematian datang dengan cepat tanpa pernah terencana tanpa pernah menunggu siap. Kematian datang “Laa yasta’khiruna sa’atan walaa yastaqdimuun” (tidak bisa ditangguhkan dan tidak pula dipajukan).

Begitulah hukum yang pasti didunia, semuanya tidak akan ada yang abadi, semuanya fana, sementara dan tidak bisa diprediksi kondisinya.

Maka, sebagai seorang hamba Allah yang beriman sudah layak bagi kita untuk memperhatikan apa yang akan kita tinggalkan ketika hidup di dunia, kesan yang baik adalah cita-cita semua kaum muslim untuk bisa meninggal dalam keadaan bermanfaat serta penginggalannya tetap bisa dirasakan kebermanfaatannya setelah tidak ada lagi, namun amal shalehnya akan terus mengalir ke alam kubur yang disebut sebagai Amal Jariyah.

Rasulullah bersabda,

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim No. 1631)

Pernahkah terbayang, membayangkan tatkala jasad sudah terbaring kaku dan sekujur tubuh tidak lagi berbuat apapun, bahkan untuk sekedar membuka mata tidak kuasa lagi, pada saat itu orang-orang yang mendengar berita wafatnya ada yang berkata “Alhamdulillah akhirnya si Fulan ini wafat, selama hidupnya menzhalimi banyak orang, mengajarakan dosa, mengambil hak orang lain, suka mengadu domba dan menebar fitnah, kerjaannya hanya berbuat maksiat dan bikin onar”…….. Sungguh malang dan celaka niaaaaan nasibnya, sudah matipun keburukannya masih dibicarakan orang.

Disisi lain ada juga yang sebaliknya, dimana saat mendengar jasadnya terbaring dalam kematian, ada jutaan air mata tumpah, ada ribuan yang sudah ngantri ingin menyolatkan jenazahnya, ada jutaan tangan yang menengadah untuk mendoakan kebaikan atas kebaikannya, ada anak yatim yang menangis karena merasa kehilangan pemberi kasih sayang selama ini kepada mereka, ada puluhan jamaah mesjid yang merasa sedih karena shaf depan kurang, ada murid-murid yang kehilangan gurunya, ada teman-teman seperjuangan yang merasa kehilangan sahabat juangnya, dan ada anak-anak yang merindu karena ditinggal oleh orangtua hebatnya. Inilah orang yang beruntung, meski ia sudah tiada namun tetap akan dikenang semua kebaikannya karena kebaikan serta kedermawanannya yang ia ‘bangun’ semasa hidupnya.

Akhir Hidup yang Manis

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :


قَالَ رَسُولُ اللَّه صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَرَادَ اللَّهُ عز وجل بِعَبْدٍ خَيْرًا عَسَلَهُ» قِيلَ: وَمَا عَسَلُهُ؟ قَالَ: «يَفْتَحُ اللَّهُ عز وجل لَهُ عَمَلًا صَالِحًا قَبْلَ مَوْتِهِ، ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ» (مسند الإمام أحمد، حديث رقم: 17438)

Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila Allah azza wa jalla menghendaki kebaikan untuk seorang hamba, maka Dia akan memaniskannya dengan madu”. Sahabat bertanya : “Apa maksud memaniskannya dengan madu?”. Beliau menjawab : “Allah azza wa jalla bukakan untuknya pintu amal shalih sebelum meninggalnya, baru kemudian Dia mencabut nyawanya.” [Musnad Ahmad, Hadits No. 17438]

Pada riwayat lain dari Imam Ahmad juga disebutkan secara marfu’ :

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ» قَالُوا: وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ؟ قَالَ: «يُوَفِّقُه? لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ مَوْتِه» (مسند الإمام أحمد، وإسناده متصل، رجاله ثقات، على شرط الشيخين: البخاري والمسلم)

Ibnu Abi ‘Adiy menuturkan kepada kami dari Humaid dari Anas radhiyallahu ‘anhu : Rosulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Apabila Allah azza wa jalla menghendaki kebaikan untuk seorang hamba, maka Dia akan mempekerjakannya”. Mereka (sahabat) bertanya : “Bagaimana Allah mempekerjakannya?”. Beliau menjawab : “Allah azza wa jalla akan memberinya taufiq untuk melakukan amal shalih sebelum meninggalnya.” [Musnad Imam Ahmad, dengan sanad bersambung, rijal rowinya tsiqah sesuai syarat Bukhari dan Muslim]

Dan riwayat lain secara marfu’ :

حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ، حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ، حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَمِقِ الْخُزَاعِيِّ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَ صلى الله عليه وسلم يقول: «إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ» قِيلَ: وَمَا اسْتَعْمَلَهُ؟ قَالَ: «يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ مَنْ حَوْلَهُ» (مسند الإمام أحمد، حديث رقم21387)

Zaid bin Al Hubaab menuturkan kepada kami, Mu’awiyah bin Shalih menuturkan kepada kami, Abdurrahman bin Jubair menuturkan kepada kami dari Ayahnya dari Amr bin Al Hamiq Al Khuza’iy bahwasanya beliau mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Apabila Allah menghendaki kebaikan untuk seorang hamba, Dia akan mempekerjakannya”. Lalu ditanyakan : “Apa bentuk Allah mempekerjakannya”. Beliau menjawab : “Allah membukakan untuknya pintu amal shalih menjelang kematiannya hingga sekelilingnya ridho kepadanya” [Musnad Imam Ahmad no. 21387]

Hadits-hadits diatas mengabarkan bahwa pada intinya jika Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya maka Ia akan memberikan kemudahan bagi hamba-Nya tersebut untuk beramal shaleh.

Karena itu hendaknya setiap dari kita untuk benar-benar meminta pada Allah agar diberikan kemudahan dalam melakukan amal-amal shaleh, dan kita mulai dari hal yang terkecil. Misalnya belajar untuk menulis status dan komentar yang baik di media sosial, mudah mengucapkan terima kasih kepada seseorang, tersenyum serta bersikap ramah dan kebaikan-kebaikan yang lain.

Berilah kesan dan hal-hal yang baik yang akan kita tinggalkan di dunia ini. Hidup sekali, hiduplah yang berarti. Dan ke’ber-artian’ adalah kebaikan dan kebermanfaatan. Sebagaimana pesan dari QS. Yasin : 12 yang artinya : “Sesungguhnya kami menghidupkan yang mati, kami mencatat apa yang telah mereka lakukan dan kesan baik mereka…”

Syair Arab menggambarkan :

قد مات قومٌ وما ماتت مَكارِمُهُمْ *** وعاش قومٌ وهمْ في الناس أمواتُ

Ada kaum yang sudah mati tapi kemuliaannya tidak ikut mati
Ada juga kaum yang tetap hidup meski menurut manusia mereka telah mati.

Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari tulisan ini dan menjadi motivasi untuk kita agar lebih giat menyiapkan amal shalih, serta terus berkhtiar menjadi orang yang bertaqwa, menjadi orang yang bermanfaat sekaligus memberikan kesan yang terbaik dimanapun berada, sebab bisa jadi itulah kesan terakhir bagi kita di dunia. Hidup hanya sekali, hiduplah yang ber-arti.

Oleh : Ismal Ardiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *