“Nasi sudah jadi Bubur”

Nasi sudah menjadi bubur adalah sebuah pemisalan akan sesuatu hal yang sudah tidak mungkin kembali lagi dan berujung pada penyesalan. Jika orang Indonesia mengenal istilah tersebut maka bagi orang Arab pun terdapat pemisalan yang serupa dengan gambaran misal diatas, yaitu “Ash-Shayfa Dhayya’til Laban” (Musim panas tempo hari Engkau malah sia-siakan susu ini)

Di dalam kitab Jamharatul Amtsal (I/575-576) Imam Al-‘Askari (w.395 H) mengisahkan sebuah mastsal yang orang-orang Arab katakan kepada seseorang yang menginginkan sesuatu yang dulu ia pernah sia-siakan.

اَلصَّيْفَ ضَيَّعْتِ الَّلبَنَ

“Musim panas tempo hari Engkau malah sia-siakan susu ini”

Disebutkan namanya Dakhtanus binti Laqith (w. 30 SH) dinikahi oleh ‘Amru bin ‘Adas orang yang kaya raya, mulia lagi dermawan, namun berfisik tua renta lagi tak nyaman dipandang. ‘Amru adalah juragan unta dan kambing. Hewan ternaknya amat banyak dan ia pun berbinis sebagai seorang Tajir susu hasil perahan.

Al-kisah Dakhtanus ini adalah seorang istri yang tak henti-hentinya bersikap buruk terhadap suaminya yakni ‘Amru, walaupun ‘Amru sangat mencintai dan baik hati padanya. Namun pada akhirnya Dakhtanus memaksa kepada ‘Amru untuk menceraikannya hingga terjadilah perceraian tersebut di suatu musim panas.

Waktu pun berlalu, hingga kemudian Dakhtanus menikah dengan seorang pemuda yang tampan namun pemuda ini adalah pemuda yang faqir bernama Khalid Az-Zarari. Suatu hari kondisi ekonomi mereka semakin parah setelah terjadi krisis kekeringan yang berkepanjangan, hingga suatu hari lewatlah dihadapan rumah Dakhtanus dan Khalid gerombolan unta yang amat banyak hingga rumah mereka tertutupi dengan bayangan unta-unta yang lewat didepan rumah mereka berdua.

Saat Dakhtanus ingin mengetahui siapa tuan pemilik gerombolan unta itu, terkagetlah Dakhtanus saat ia menyadari bahwa pemilik unta tersebut adalah ‘Amru bin ‘Adas, mantan suaminya. Serba salahlah ia. Tak ingin terlihat oleh ‘Amru bin ‘Adas berkatalah Dakhtanus kepada budaknya, “Pergilah ke tuan unta-unta ini dan mintalah sedikit susu dari untanya untuk kita minum. Tentulag ia takkan rugi kalau kita minta secara cuma-cuma.”

Hanya saja sebenarnya ‘Amru telah melihat Dakhtanus dari kejauhan, maka ia berkata kepada sang budak yang menghampirinya: “Katakanlah kepada majikan wanitamu: “Ash-Shayfa Dhayya’til Laban” (Musim panas tempo hari Engkau malah sia-siakan susu ini)!”

Terkenallah ucapan ‘Amru bin ‘Adas tersebut ke seantero arab dan menjadi matsal (perumpamaan) yang dikatakan kepada seseorang yang dikatakan kepada seseorang yang menginginkan sesuatu yang dulu ia pernah sia-siakan.

Sumber : Al-‘Askari (w.395 H), Jamharatul Amtsal (I/575-576). Beirut: Darul Fikr, 1988.

kira-kira pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kisah diatas ?

Oleh : Ismal Ardiawan, M.Pd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *